oleh : Bahy Abdurrahman
Rasa takut adalah hal yang manusiawi, semua orang memilikinya. Namun
untuk istilah al-khauf, tidak semua orang memiliki sifat tersebut. Hanya
orang yang benar-benar beriman dan mengerti bahwa ada Allah Rab semesta alam. Maka
bagaimana jadinya jika seseorang tidak memiliki rasa takut akan suatu hal? Ia akan
berani dan selalu melanggar apa yang telah ditentukan.
Maka dari itu takut kepada Allah Ta’ala adalah wajib bagi
setiap hamba. Allah memerintahkan kepada hamba-Nya untuk hanya takut kepada
Allah semata. Sebagaimana firman-Nya di dalam surat Ali Imran ayat 175, “Sesungguhnya mereka itu tidak lain
hanyalah setan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang
musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi
takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman.”
Dan Allah juga memuji para ahlinya, sebagaimana firman-Nya, “Sesungguhnya
orang-orang yang takut terhadap Rabnya, mereka sangat berhati-hati.” (QS. Al-Mukminun
: 57) sampai ayat “Mereka adalah orang-orang yang bersegera dalam
melaksanakan kebaikan, dan merekalah yang lebih dahulu mendapatkannya.” (QS.
Al-Mukminun : 61)
Ibnu Katsir Rahimahullah menerangkan bahwa mereka yaitu yang
beserta kebaikan, keimanan, dan amal saleh mereka. Lalu sangat hati-hati dari
azab Allah Ta’ala disebabkan mereka takut kepada-Nya dan meresa tidak
selamat dari makar-Nya.
Hasan al-Bashri Rahimahullah berkata, “Sesungguhnya orang
mukmin adalah yang terkumpul di dalam dirinya kebaikan dan kecemasan (akan azab),
sedangkan orang munafik adalah yang terkumpul di dalam dirinya keburukan dan
perasaan aman (dari azab).”[1]
Dalam sebuah riwayat Aisyah Radhiallahu ‘Anha bertanya
kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Wahai Rasulullah! Terkait
firman Allah, ‘Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan,
dengan hati yang takut . . .’ apakah itu orang yang berzina, minum khamr,
dan mencuri?” Rasulullah menjawab, “Bukan wahai anak ash-Ashiddiq! Akantetapi ia
adalah seseorang yang berpuasa dan bersedekah, serta takut akan tidak
diterimanya amal mereka.” (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi)
Definisi
al-khauf
Abu al-Qashim al-Junaidi berkata, “Al-khauf adalah engkau
takut akan tertimpa hukuman (azab) pada setiap hembusan nafas.”
Ada juga yang berkata, “Al-khauf adalah kegelisahan hati dan
bergeraknya hati akan selalu mengingat yang ditakuti (Allah ‘Azza wa Jalla).”
Atau “Larinya hati dari perkara-perkara makruh tatkala hati menginginkannya.”
Lalu
adakah perbedaan antara al-khauf dengan al-khasyyah?
·
Al-khasyyah lebih khusus dari al-khauf
Al-khauf dipakai untuk
semua hal yang ditakuti, sedangkan al-khasyyah khusus untuk Allah Ta’ala
saja. Jadi untuk hal-hal yang ditakuti seperti binatang buas, bencana alam,
dan lainnya, maka kata yang dipakai adalah al-khauf. Sedangkan ketika
takutnya itu terhadap Allah Rab semesta alam, maka istilah yang dipakai adalah al-khasyyah.
·
Al-khauf akan menyebabkan bergerak menjauhi, sedangkan al-khasyyah
akan mengumpuli, menerima, dan tenang. Maka orang yang bertemu musuh, banjir
dan lainya akan memiliki dua keadaan.
Pertama : bergerak untuk lari darinya, inilah saat ia takut (al-khauf),
kedua : tenang, tetap di tempatnya tidak ingin berlari darinya, amak saat itu
disebut al-khasyyah.
·
Al-khauf adalah umum untuk seluruh kaum mukminin, sedangkan al-khasyyah
khusus untuk para ulama yang memiliki ilmu.
Tingkat pengetahuan dapat mengukur derajat al-khauf dan al-khasyyah-nya.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala, “. . . Sesungguhnya yang takut kepada Allah
di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama . . .” (QS. Fathir : 28) dan
sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam,
إِنِّي لأعلمكم بالله ، وَأَشَدُّكُمْ لَهُ خَشْيَةً
“Aku
adalah yang paling mengetahui Allah daripada
kalian dan yang paling takut terhadapnya.”[2]
·
Orang
yang memiliki rasa al-khauf akan lari dan anti terhadap apa yang ia takuti,
sedangkan yang memiliki rasa al-khasyyah akan meminta perlindungan
dengan ilmu yang ia miliki.
Derajat
al-khauf
·
Al-khauf dari hukuman-hukuman, dan ini adalah takut yang dibenarkan oleh
iman dan masuk kategori khauf secara umum.
·
Takut
akan makar yang akan terjadi pada setiap hembusan nafas yang terjaga, yang
disertai dengan kenikmatan.
·
Derajat
ketiga adalah derajat khusus, yaitu kerisauan akibat takut akan terwujud
bersamaan dengan pemutusan atas segala yang dapat mendatangkan murka.
Maka
selaku hamba-Nya yang banyak melakukan dosa, kita tingkatkan kembali kualitas al-khauf
kita terhadap Allah Ta’ala. Wallahu A’lam!
[1] Ibnu
Katsir, Tafsir Al-Qur’an al-Aẓim, vol. 5, hlm. 480
[2]
Ibnu Hajar, Fath al-Bari, vol. 6, hlm. 33