Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Bany
Penelitian kami terhadap ayat-ayat Al-Quran, As-Sunnah dan
atsar-atsar Salaf dalam masalah yang penting ini, memberikan jawaban kepada
kami bahwa jika seorang wanita keluar dari rumahnya, maka ia wajib menutup
seluruh anggota badannya dan tidak menampakkan sedikitpun perhiasannya, kecuali
wajah dan dua telapak tangannya, dan ia harus menggunakan pakaian (jilbab) yang
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1.
MELIPUTI SELURUH BADAN SELAIN YANG DIKECUALIKAN
Syarat ini terdapat dalam firman Allah Ta’ala dalam surat
An-Nuur ayat 31 berbunyi, "Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah
mereka menahan pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka dan janganlah
mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka.
Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka, dan janganlah
menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka atau
ayah suami mereka (mertua) atau putra-putra mereka atau putra-putra suami
mereka atau saudara-saudar mereka (kakak dan adiknya) atau putra-putra saudara
laki-laki mereka atau putra-putra saudara perempuan mereka (keponakan) atau
wanita-wanita Islam atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan
laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang
belum mengerti aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar
diketahui perhiasan yang yang mereka
sembunyikan. Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya
kamu beruntung."
Juga firman Allah Ta’ala dalam surat Al-Ahzab ayat 59
berbunyi, "Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu
dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal,
karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang."
Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam Tafsirnya, "Janganlah kaum
wanita menampakkan sedikitpun dari perhiasan mereka kepada pria-pria ajnabi,
kecuali yang tidak mungkin disembunyikan." Ibnu Masud berkata, “Misalnya
selendang dan kain lainnya.” "Maksudnya adalah kain kudung yang biasa
dikenakan oleh wanita Arab di atas pakaiannya serat bagian bawah pakiannya yang
tampak, maka itu bukan dosa baginya, karena tidak mungkin disembunyikan."
Al-Qurthubi berkata, “Pengecualian itu adalah pada wajah dan
telapak tangan. Yang menunjukkan hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu
Daud dari Aisyah bahwa Asma binti Abu Bakr menemui Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
wa Sallam sedangkan ia memakai pakaian tipis. Maka Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam berpaling darinya dan berkata kepadanya, "Wahai Asma
! Sesungguhnya jika seorang wanita itu telah mencapai masa haid (baligh), tidak
baik jika ada bagian tubuhnya yang terlihat, kecuali ini. Kemudian beliau
menunjuk wajah dan telapak tangannya. Allah Pemberi Taufik dan tidak ada Rabb
selain-Nya."
2.
BUKAN BERFUNGSI SEBAGAI PERHIASAN
Ini berdasarkan firman Allah Ta’ala dalam surat An-Nuur ayat
31 berbunyi, ". . .Dan janganlah kaum wanita itu menampakkan perhiasan
mereka . . ." Secara umum kandungan ayat ini juga mencakup pakaian
biasa jika dihiasi dengan sesuatu, yang menyebabkan kaum laki-laki melirikkan
pandangan kepadanya.
Hal ini juga dikuatkan oleh firman Allah Ta’ala dalam surat
Al-Ahzab ayat 33, "Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah
kamu berhias dan bertingkah laku seperti oang-orang jahiliyah . . ."
Juga berdasarkan sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, "Ada
tida golongan yang tidak akan ditanya yaitu, seorang laki-laki yang
meninggalkan jamaah dan mendurhakai imamnya serta meninggal dalam keadaan
durhaka, seorang budak wanita atau laki-laki yang melarikan diri (dari tuannya)
lalu ia mati, serta seorang wanita yang ditinggal oleh suaminya, padahal
suaminya telah mencukupi keperluan duniawinya, namun setelah itu ia
bertabarruj. Ketiganya itu tidak akan ditanya." (Dikeluarkan Al-Hakim
1/119 dan disepakati Adz-Dzahabi; Ahmad VI/19; Al-Bukhari dalam Al-Adab
Al-Mufrad; At-Thabrani dalam Al-Kabir; Al-Baihaqi dalam As-Syuaib).
Tabarruj adalah perilaku wanita yang menampakkan perhiasan dan
kecantikannya serta segala sesuatu yang
wajib ditutup karena dapat membangkitkan syahwat laki-laki. (Fathul Bayan
VII/19).
3.
KAINNYA HARUS TEBAL (TIDAK TIPIS)
Sebab yang namanya menutup itu tidak akan terwujud kecuali harus
tebal. Jika tipis, maka hanya akan semakin memancing fitnah (godaan) dan
berarti menampakkan perhiasan. Dalam hal ini Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
wa Sallam telah bersabda, "Pada akhir zaman umatku nanti akan ada
wanita-wanita yang berpakain namun (hakekatnya) telanjang. Di atas kepala
mereka seperti terdapat bonggol (punuk) unta. Kutuklah mereka karena sebenarnya
mereka adalah kaum wanita yang terkutuk." Di dalam hadits lain
terdapat tambahan, "Mereka tidak akan masuk Jannah dan juga tidak akan
mencium baunya, padahal baunya Jannah itu dapat dicium dari perjalanan sekian
dan sekian." (At-Thabrani dalam Al-Mu’jam Ash-Shaghir hal. 232; Hadits
lain tersebut dikeluarkan oleh Muslim dari riwayat Abu Hurairah. Lihat al-Hadits
as-Shahihah no. 1326).
Ibnu Abdil Bar berkata, “Yang dimaksud oleh Nabi Shalallahu ‘Alaihi
wa Sallam adalah kaum wanita yang
mengenakan pakaian yang tipis, yang dapat mensifati (menggambarkan) bentuk
tubuhnya dan tidak dapat menutup atau menyembunyikannya. Mereka itu tetap
berpakaian namanya, akan tetapi hakekatnya telanjang.” (dikutip oleh As-Suyuthi
dalam Tanwirul Hawalik III/103).
Dari Abdullah bin Abu Salamah, bahawsannya Umar bin al-Khattab
pernah memakai baju Qubthiyah (jenis pakaian dari Mesir yang tipis dan berwarna
putih) kemudian Umar berkata, “Jangan kamu pakaikan baju ini untuk
istri-istrimu!” Seseorang kemudian bertanya, “Wahai Amirul Mukminin, telah saya
pakaikan itu kepada istriku dan telah aku lihat di rumah dari arah depan maupun
belakang, namun aku tidak melihatnya sebagai pakaian yang tipis!” Maka Umar
menjawab, “Sekalipun tidak tipis, namun ia mensifati (menggambarkan lekuk
tubuh).” (Riwayat Al-Baihaqi II/234-235; Muslim bin Al- Bitthin dari Ani Shalih
dari Umar).
Atsar di atas menunjukkan bahwa pakaian yang tipis atau yang
mensifati dan menggambarkan lekuk-lekuk tubuh adalah dilarang. Yang tipis
(transparan) itu lebih parah daripada yang menggambarkan lekuk tubuh (tapi
tebal). Oleh karena itu Aisyah pernah berkata, "Yang namanya khimar adalah
yang dapat menyembunyikan kulit dan rambut."
4.
HARUS LONGGAR (TIDAK KETAT) SEHINGGA TIDAK DAPAT MENGGAMBARKAN SESUATU DARI
TUBUHNYA
Usamah bin Zaid pernah berkata, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa
Sallam pernah memberiku baju Quthbiyah yang tebal yang merupakan baju yang
dihadiahkan oleh Dihyah al-Kalbi kepada
beliau. Baju itu pun aku pakaikan pada istriku. Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa
Sallam bertanya kepadaku, "Mengapa kamu tidak mengenakan baju
Quthbiyah?" Aku menjawab, “Aku pakaiakan baju itu pada istriku.” Nabi Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam lalu bersabda, "Perintahkan ia agar mengenakan baju
dalam di balik Quthbiyah itu, karena saya khawatir baju itu masih bisa
menggambarkan bentuk tulangnya." (Ad-Dhiya Al-Maqdisi dalam Al-Hadits
Al-Mukhtarah I/441; Ahmad dan Al-Baihaqi dengan sanad Hasan).
Aisyah Radhiallahu ‘Anha pernah berkata, “Seorang wanita
dalam shalat harus mengenakan tiga pakaian : Baju, jilbab dan khimar. Adalah
Aisyah pernah mengulurkan izar-nya (pakaian sejenis jubah) dan berjilbab
dengannya. (Ibnu Sad VIII/71).
Pendapat yang senada juga dikatakan oleh Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhu,
“Jika seorang wanita menunaikan shalat, maka ia harus mengenakan seluruh
pakainnya. Baju, khimar dan milhafah (mantel). (Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf
II:26/1). Ini semua juga menguatkan pendapat yang kami pegang mengenai wajibnya
menyatukan antara jilbab bagi kaum wanita jika keluar rumah.
5.
TIDAK DIBERI WEWANGIAN ATAU PARFUM
Dari Abu Musa al-Asy’ari bahwasannya ia berkata, “Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda, ’Siapapun wanita yang memakai wewangian,
lalu ia melewati kaum laki-laki agar mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah
pezina." (An-Nasai II/283; Abu Daud II/192; At-Tirmidzi IV/17; Ahmad
IV/100, Ibnu Khuzaimah III/91; Ibnu Hibban 1474; Al-Hakim II/396 dan disepakati
oleh Adz-Dzahabi).
Dari Zainab ats-Tsaqafiyah bahwasannya Nabi Shalallahu ‘Alaihi
wa Sallam bersabda, "Jika salah seorang di antara kalian (kaum
wanita) keluar menuju masjid, maka jangan sekali-kali mendekatinya dengan
(memakai) wewangian." (Muslim dan Abu Awanah dalam kedua kitab
Shahih-nya; Ash-Shabus Sunnan dan lainnya).
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bahwa ia berkata, Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, "Siapapun wanita yang
memakai bakhur (wewangian yang berasal dari pengasapan), maka janganlah ia
menyertai kami dalam menunaikan shalat Isya yang akhir." (ibid)
Dari Musa bin Yasar dari Abu Hurairah, bahwa seorang wanita
berpapasan dengannya dan bau wewangian menerpanya. Maka Abu Hurairah berkata, “Wahai
hamba Allah! Apakah kamu hendak ke masjid ?” Ia menjawab “Ya.” Abu Hurairah
kemudian berkata, ‘Pulanglah saja, lalu mandilah!’ karena sesungguhnya aku
telah mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Jika
seorang wanita keluar menuju masjid sedangkan bau wewangian menghembus maka
Allah tidak menerima shalatnya, sehingga ia pulang lagi menuju rumahnya lalu
mandi." (Al-Baihaqi III/133; Al-Mundziri III/94).
Alasan pelarangannya sudah jelas, yaitu bahwa hal itu akan membangkitkan
nafsu birahi. Ibnu Daqiq al-Id berkata, “Hadits tersebut menunjukkan haramnya
memakai wewangian bagi wanita yang hendak keluar menuju masjid, karena hal itu
akan dapat membangkitkan nafsu birahi kaum laki-laki.” (Al- Munawi dalam Fidhul
Qadhir dalam mensyarahkan hadits dari Abu Hurairah).
Saya (Nashiruddin al-Bany) katakan, “Jika hal itu saja diharamkan
bagi wanita yang hendak keluar menuju masjid, lalu apa hukumnya bagi yang
hendak menuju pasar, atau tempat keramaian lainnya ? Tidak diragukan lagi bahwa
hal itu jauh lebih haram dan lebih besar dosanya. Al-Haitsami dalam kitab az-Zawajir
II/37 menyebutkan bahwa keluarnya seorang wanita dari rumahnya dengan memakai wewangian
dan berhias, adalah termasuk perbuatan kabair (dosa besar) meskipun suaminya
mengizinkan.
6.
TIDAK MENYERUPAI PAKAIAN LAKI-LAKI
Karena ada beberapa hadits shahih yang melaknat wanita yang menyerupakan
diri dengan kaum pria, baik dalam hal pakaian maupun lainnya. Dari Abu Hurairah
Radhiallahu ‘Anhu berkata, “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam
melaknat pria yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian pria.”
(Abu Daud II/182; Ibnu Majah I/588; Ahmad II/325; Al-Hakim IV/19 disepakati
oleh Adz-Dzahabi).
Dari Abdullah bin Amru Radhiallahu ‘Anhu berkata, “Saya
mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, "Tidak
termasuk golongan kami para wanita yang menyerupakan diri dengan kaum pria dan
kaum pria yang menyerupakan diri dengan kaum wanita." (Ahmad II/199-200;
Abu Abu Nuaim dalam Al-Hilyah III/321).
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhu berkata, “Nabi Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam melaknat kaum pria yang bertingkah kewanita-wanitaan dan
kaum wanita yang bertingkah kelaki-lakian.” Beliau bersabda, "Keluarkan
mereka dari rumah kalian! Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pun
mengeluarkan si fulan dan Umar juga mengeluarkan si fulan." Dalam lafadz
lain : "Rasulullah melaknat kaum pria yang menyerupakan diri dengan kaum
wanita dan kaum wanita yang menyerupakan diri dengan kaum pria."
(Al-Bukhari X/273-274; Abu Daud II/182,305; Ad-Darimy II/280-281; Ahmad no.
1982,2066,2123,2263,3391,3060,3151 dan 4358; At-Tirmidzi IV/16-17; Ibnu Majah V/189; At-Thayalisi no. 2679).
Dari Abdullah bin Umar Radhiallahu ‘Anhu yang berkata, “Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, "Tiga golongan yang tidak
akan masuk surga dan Allah tidak akan memandang mereka pada hari kiamat; Orang
yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita yang bertingkah kelaki-lakian
dan menyerupakan diri dengan laki-laki dan dayyuts (orang yang tidak memiliki
rasa cemburu)." (An-Nasai I/357; Al-Hakim I/72 dan IV/146-147 disepakati
Adz-Dzahabi, Al-Baihaqi X/226 dan Ahmad II/182). Dalam haits-hadits ini
terkandung petunjuk yang jelas mengenai diharamkannya tindakan wanita
menyerupai kaum pria, begitu pula sebaiknya.
Ini
bersifat umum, meliputi masalah pakaian dan lainnya, kecuali hadits yang
pertama yang hanya menyebutkan hukum dalam masalah pakaian saja.
7.
TIDAK MENYERUPAI PAKAIAN WANITA-WANITA KAFIR
Syariat Islam telah menetapkan bahwa kaum muslimin (laki-laki
maupun perempuan) tidak boleh bertasyabuh (menyerupai) kepada orang-orang
kafir, baik dalam ibadah, ikut merayakan hari raya, dan berpakain khas mereka.
Dalilnya firman Allah dalam surat al-Hadid ayat 16 yang berbunyi, "Belumkah
datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka
mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka) dan
janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan al-Kitab
kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka
menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang
fasik."
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam al-Iqtidha hal. 43, “Firman
Allah "Janganlah mereka seperti..." (QS. Al-Hadid : 16). Merupakan
larangan mutlak dari tindakan menyerupai mereka, di samping merupakan larangan
khusus dari tindakan menyerupai mereka dalam hal membatunya hati akibat
kemaksiatan.” Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat ini (IV/310) berkata, “Karena
itu Allah melarang orang-orang beriman menyerupai mereka dalam perkara-perkara
pokok maupun cabang.”
Allah berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
katakan (kepada Muhammad) : "Raaina" tetapi katakanlah
"Unzhurna" dan dengarlah. Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan
yang pedih." Ibnu Katsir I/148 berkata, “Allah melarang hamba-hamba-Nya
yang beriman untuk mnyerupai ucapan-ucapan dan tindakan-tindakan orang-orang
kafir.”
Sebab, orang-orang Yahudi suka menggunakan plesetan kata dengan
tujuan mengejek. Jika mereka ingin mengatakan "Dengarlah kami" mereka
mengatakan "Raaina" sebagai plesetan kata ‘ruunah’ (artinya ketotolan)
sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 46. Allah telah memberi
tahukan (dalm surat Al-Mujadalah : 22) bahwa tidak ada seorang mukmin yang
mencintai orang-orang kafir. Barangsiapa yang mencintai orang-orang kafir, maka
ia bukan orang mukmin, sedangkan tindakan menyerupakan diri secara lahiriah
merupakan hal yang dicurigai sebagai wujud kecintaan, oleh karena itu
diharamkan.
8.
BUKAN PAKAIAN UNTUK MENCARI POPULARITAS (PAKAIAN KEBESARAN)
Berdasarkan hadits Ibnu Umar yang berkata, Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda, "Barangsiapa mengenakan pakaian (libas)
syuhrah di dunia, niscaya Allah mengenakan pakaian kehinaan kepadanya pada hari
kiamat, kemudian membakarnya dengan api neraka." (Abu Daud II/172;
Ibnu Majah II/278-279).
Pakaian Syuhrah adalah setiap pakaian yang dipakai dengan tujuan
untuk meraih popularitas di tengah-tengah orang banyak, baik pakain tersebut
mahal, yang dipakai oleh seseorang untuk berbangga dengan dunia dan
perhiasannya, maupun pakaian yang bernilai rendah, yang dipakai oleh seseorang
untuk menampakkan kezuhudannya dan dengan tujuan riya (Asy-Syaukani dalam
Nailul Authar II/94). Ibnul Atsir berkata, "Syuhrah artinya terlihatnya
sesuatu. Maksud dari Libas Syuhrah adalah pakaiannya terkenal di kalangan
orang-orang yang mengangkat pandangannya mereka kepadanya. Ia berbangga
terhadap orang lain dengan sikap angkuh dan sombong."
Kesimpulannya adalah : Hendaklah menutup seluruh badannya, kecuali
wajah dan dua telapak dengan perincian sebagaimana yang telah dikemukakan, jilbab
bukan merupakan perhiasan, tidak tipis, tidak ketat sehingga menampakkan bentuk
tubuh, tidak disemprot parfum, tidak menyerupai pakaian kaum pria atau pakaian
wanita-wanita kafir dan bukan merupakan pakaian untuk mencari popularitas.
Dikutip
dari Kitab Jilbab Al-Marah Al-Muslimah fil Kitabi was Sunnah (Syaikh Al-Albany)