Wahai orangtua! Berbahagialah atas karunia seorang anak
wanita. Sebab, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah menjamin
bagi mereka yang dikarunia anak wanita kemudian mereka bersabar sehingga
berhasil dalam mendidiknya, yaitu surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai. Sebagaimana sabdanya, “Barang siapa yang diuji dengan memiliki
anak wanita, lalu mereka asuh dengan baik, maka anak itu akan menjadi
penghalang dari api neraka.” (HR. Al-Bukhari)
Sebagian orangtua menganggap remeh dalam mendidik anak
wanita, bahkan lebih mengunggulkan anak
laki-laki. Padahal, wanita adalah tiang peradaban dunia. Oleh karena itu, jika
kita gagal dalam mendidik anak wanita, berarti kita telah memutus kebaikan
untuk masa depan. Gagal mendidik, berarti kelak Islam akan kekurangan seorang
ibu yang baik di masa depan, sehingga akan bermuara kepada kehancuran. Maka
ajarilah anak wanita tentang keutamaan menjaga kesucian diri. Bukan hanya
sekadar menjaga keperawanan. Sebab, antara suci dan perawan itu berbeda,
perawan lebih identik dengan faktor fisik di mana selaput dara tidak sobek,
sementara suci lebih kepada akhlak dan sikap. Boleh jadi banyak wanita yang
masih perawan, akan tetapi mereka tidak suci. Sebab, mereka membiarkan tubuhnya
disentuh, bibirnya dikecup, tangannya dipegang oleh lelaki lain selama mereka
tidak bersetubuh.
Dari rahim wanita suci lah kelak akan muncul
generasi-generasi bangsa yang berkualitas. Nabi Isa merupakan bukti atas
keberkahan dari seorang wanita yang menjaga kesuciannya. Oleh karena itu, tugas
berat bagi orangtua adalah mendidik anak-anak wanita mereka.
Ajarkan kepada mereka untuk berlaku sepatutnya terhadap
lelaki asing (bukan mahram), boleh berlaku ramah asal tetap menjaga kemuliaan
diri. Fahamkan kepada anak perihal siapa itu saudara, sahabat, orang asing, dan
bagaimana sikap yang harus ia lakukan terhadap mereka. Tanamkan pada anak agar
tidak membutuhkan lelaki untuk dijadikan seorang pahlawan kecuali ayahnya,
kakaknya, atau kakeknya. Sehingga ketika mereka beranjak remaja, mereka tidak
menjual dirinya dengan harga yang murah demi mendapatkan cinta dari seorang
lelaki. Dikarenakan mereka telah memiliki sesosok lelaki yang menjadi idola
dalam hidupnya, terkhusus adalah ayahnya.
Sebagian besar remaja putri yang memutuskan untuk
berpacaran sebelum menikah adalah mereka yang merasa tidak memiliki lelaki
idola di dalam rumahnya, yang ia jadikan tempat untuk mencurahkan isi hatinya. Mungkin
ia dengan ayah atau kakak kandungnya tidaklah akrab, sehingga ia membutuhkan
seorag figur lelaki yang pada akhirnya menjerumuskannya ke dalam lubang
kemaksiatan dan tanpa sadar kesuciannya telah hilang.
Dari sinilah mengapa seorang ayah perlu hadir di dalam jiwa
mereka sejak dini dan memperkuat ikatan batin antara ayah dengan sang anak,
agar anak tidak mencari idola lain selain ayah.
Ayah harus sesering mungkin berkomunikasi dengan anak
perempuannya, dan saat ia lahir usahakan suara ayah lah yang pertama kali ia
dengar. Saat kecil, jadikan wajah ayah yang paling banyak dilihat dan di-scan
di dalam memori otak anak, serta hadirkan ekspresi saat menggendongnya. Ikatan
batin antara ayah dan anak akan memberi pengaruh saat ia tumbuh dewasa dan
mengalami persoalan hidup.
Ketika anak wanita mulai jatuh cinta, ia akan menjadikan
sosok ayah sebagai mentor cintanya, sehingga ia tidak akan tertipu oleh lelaki
buaya. Nasehat ayah selalu ia utamakan, maka saat anak siap untuk menikah, ia
akan mencari sosok lelaki seperti ayahnya atau setidaknya yang dipilih oleh
ayahnya.
Dari ini semua menunjukkan betapa pentingnya peran ayah
dalam menjaga kesucian anak wanitanya. Salah satu faktor rusaknya moral pada
anak wanita saat ini adalah karena tidak adanya keterlibatan seorang ayah dalam
mengasuh anaknya.
Maka bagi para ayah atau calon ayah, terlibatlah dalam
mengasuh anakmu (terkhusus yang wanita), tugas ayah bukan hanya sekadar mencari
nafkah, tapi juga perlu peduli terhadap anaknya.
Semoga anak-anak wanita di negeri ini selalu menjaga
kesuciannya, sehingga dapat lahir dari mereka generasi-generasi yang baik dan diberkahi!
Amin...
Wallahu A’lam bish Shawab